Tidak terasa waktu begitu cepat berlalu, setelah sekian lama ku lalui dengan kesendirian ini akhirnya berujung dengan sebuah kebahagiaan yang teramat dalam. Kerinduan ini datang disaat kita jauh dan akan bertemu pada waktu yang tepat. Aku memiliki kekasih yang saat ini bekerja diluar kota, namanya Roy. Kita berpacaran sudah satu setengah tahun, dan aku masih kuliah disalah satu universitas di kota tempat aku tinggal saat ini, selama itu hubungan kami berjalan baik-baik saja walaupun terkadang ada pertentangan kecil sering terjadi namun tidak mengakhiri hubungan ini hingga saat ini masih terus bersama.
Dering handphone dengan nada panggil dari sebuah lagu Segenggam Harapan membuatku terlepas dari lamunan ini, segera aku melihat panggilan masuk datang dari kekasihku Roy yang ku tunggu-tunggu sejak saat tadi.
"Halo, kamu udah sampai?" tanyaku
"Iya hallo udah, ini aku udah diluar. Kamu dimana din?"
Ingin rasanya aku loncat kegirangan, namun melihat situasi yang sangat ramai aku tidak akan melakukan hal konyol ini karena aku pasti akan ditertawakan dan menjadi bahan perhatian di sekitarku.
"Oh iya, kamu tunggu disana ya biar aku aja yang nyamperin kamu. Tunggu ya, I Love U"
Telepon ku tutup tanpa ku dengar dia menjawab apa, ah aku rasa itu tidak penting. Yang terpenting adalah aku ingin bertemu dengannya dan memeluknya seerat mungkin. Dengan hati yang teramat sangat senang aku melangkah menuju kearah seseorang dimana dia tengah berdiri bersamaan dengan keramaian orang-orang yang sedang menantikan kedatangan yang mungkin itu adalah keluarganya.
Dia melihat kearahku dan melambaikan tangannya, ingin rasanya aku menangis melihat senyuman itu yang membuat hati ini semakin begitu dalam merindunya.
"Hai sayang, kamu kok lama habis darimana sih?" tanyanya, sembari memelukku erat.
Dan akhirnya pelukan hangat ini masih ku rasakan sama seperti dulu ketika kita akan berpisah. Oh, sungguh aku tidak mampu menahan air mata ini, sejenak aku melepas pelukannya dan melihat wajah nya.
"Aku tahu kamu pasti akan nangis, cengeng kamu ga berkurang sama sekali ya"
Huh, kata-kata itu seakan mengejekku. Ku rasakan kelembutan tangannya mengelus kepalaku.
Aku masih enggan untuk berbicara, seakan aku tak mampu untuk mengungkapkan kebahagiaan atas pertemuan ini.
"Udah ya pelukannya, kelamaan kita ga pulang ya disini terus sampai besok" melepas pelukannya dan tersenyum kepadaku
"Iihh apaan sih, kamu dari tadi ngejekin aku mulu. Kamu ga tau sih rindu itu berat makanya kamu ngomong kaya gitu" jawabku sedikit manja
"Iya sayang aku ngerti, aku paham kok. Aku juga merasakan rindu yang berat sangat berat makanya aku pulang nyamperin kamu"
Akhirnya aku dan Roy pergi meninggalkan bandara dan menuju sebuah Mall terdekat untuk makan siang. Dan sesampainya disana Roy dan aku menuju sebuah restoran kesukaan kita berdua.
"Dini"
"Iya sayang, kenapa?"
"Aku punya sesuatu buat kamu"
Ku lihat dia menggerogoh tas dan mengeluarkan sebuah kotak dengan ukuran sedang berbungkuskan kertas kado dan diberi pita berwarna pink, aku semakin penasaran.
"Ini apa sayang, aku kan ga lagi ulang tahun lagian Anniv nya kita juga masih setengah bulan lagi"tanyaku heran
"Kamu buka dulu dong, ntar kamu juga bakal ngerti apa maksud dari pemberian aku"
Tanpa menunggu lama aku membuka nya dan....
"Wah bagus banget sayang ukiran namanya, ini kamu yang buat?"
"Iya dong, maaf ya kalau sedikit berantakan soalnya masih belajar bulan kemarin"
"Kok kamu ga bilang sih kamu belajar ngukir kaya gini yang, kan aku bisa request"
"Yah, kalau kamu request yang ada bakalan sebesar cermin badan gede nya yang aku ga bisa bawa dong ke kamu"
Bahagia rasanya, tertawa bersama bercanda dan sambil menikmati pesanan yang telah di hidangkan. Setelah selesai makan, akhirnya aku dan Roy memutuskan untuk pulang.
Handphone Roy berbunyi dan segera diterima nya namun dia memilih untuk menjauh saat menjawabnya, ah yasudahlah mungkin dari kantor dia bekerja.
Aku hanya bisa menunggu, cukup lama menunggu Roy menerima telepon dan berbincang selama 3 menit. Akhirnya selesai juga, dia kembali kearahku dan tersenyum manis.
"Telepon dari siapa Roy?"
"Client aku sayang, ada yang ditanya soal kerjaan aku dikantor" jawabnya tanpa melihatku
"Oohh..." aku hanya mengangguk tanpa banyak bertanya
Roy mengantarku pulang kerumah dan mau tidak mau kita harus berpisah dulu karena dia akan pulang dan beristirahat serta bertemu keluarganya. Setelah Roy menghilang dari pandanganku akupun masuk kerumah dan menuju kekamar untuk istirahat juga.
Oh tidak, aku melihat ke arah jam yang ada dikamarku sudah jam 3 sore. Ternyata ku ketiduran, segera ku cek handphoneku dan ku lihat tidak ada panggilan ataupun pesan dari Roy. Mengapa tidak ada kabar kalau dia sudah dirumah? Pikirku. Akhirnya ku coba untuk menghubunginya, namun tidak ada jawaban sama sekali. Dan aku memutuskan untuk datang kerumahnya setelah sholat maghrib nanti.
Aku bergegas setelah taksi pesananku datang yang akan membawaku kerumah Roy kekasihku.
Setelah tiba dan membayar taksi, aku melihat keadaan rumahnya begitu sepi dan ku coba untuk mengetuk pintu rumahnya.
Lalu, seorang wanita dan mamanya Roy keluar menemuiku.
"Eh nak Dini, apa kabar?"
"Baik tante, tante apa kabar?" sembari memeluk dan mendaratkan pipiku ke pipinya dengan lembut dan memberinya senyuman.
"Mari nak masuk dulu, kita ngobrol di dalam aja ya"
"Hm ga usah tante, aku cuma mau nanya Roy nya ada?"
"Loh, Roy kan masih di kota b******u din. Roy tidak ada disini nak" jawab mamanya dengan heran
"Bukannya Roy hari ini balik tante?" tanyaku
"Roy bilang, dia akan pulang disaat libur lebaran nanti nak dini"
"Engga tante, Roy beneran balik kesini. Dan yang jemput Roy ke bandara itu Dini tante tadi siang" jawabku meyakinkan mamanya Roy
"Tapi Roy ga ada kemari nak, dia juga tidak ada memberi kabar akan pulang" mengernyitkan keningnya kearahku
"Gini deh, coba tante yang telepon Roy sekarang dan tanya Roy dimana. Soalnya tadi Dini telepon setelah Roy anter Dini pulang dia ga jawab telepon Dini tante."
"Yaudah sebentar ya tante ambil handphone dulu" masuk kerumahnya
Lalu, dimana Roy ?
Mengapa teleponku tak ada jawaban, apa sebenarnya terjadi.
Aku semakin gelisah dengan keadaan ini, aku merasa dibohongi olehnya.
Roy, dimana kamu. Ingin rasanya aku menangis.
Mamanya Roy pun kembali,
"Yaudah sini nak duduk dulu ya, tante telepon dulu Roynya"
Akhirnya akupun masuk dengan keadaan hati gelisah.
"Kenapa ga dijawab ya Din" tanya mama Roy
Tiba-tiba handphoneku berdering, aku terkejut karena kepanikan dan aku berfikir yang menelponku adalah Roy, ternyata dugaanku salah. Nisa adalah teman kuliahku ternyata menghubungiku.
"Hallo, Nisa ada apa?" tanyaku lemas
"Hallo iya Din, kamu dimana?"
"Lagi diluar nih, kenapa Nis? Kita ada jadwal ngampus ya?"
"Bukan Din, aku mau tanya Roy lagi disini bukan?"
"Eh kok kamu tahu, iya dia disini tadi aku yang jemput ke bandara dan setelah dia anterin aku kerumah dia ga ada kabar sampai sekarang."
"Iya nih, aku lihat Roy di tempat kita nongkrong biasa. Dan sekarang dia kaya lagi nungguin seseorang gitu"
Aku tersontak kaget mendengar penjelasan dari Nisa
"Kamu sekarang disana Nis?"
"Iya Din, kamu kesini aja supaya kamu tahu lebih jelas lagi"
"Oh yaudah, sekarang aku kesana ya. Kamu tungguin dia sampai aku datang nanti aku telpon lagi ya Nis, Bye!"
Dan aku segera pamit ke mamanya Roy dan menceritakan apa yang disampaikan oleh Nisa tentang Roy, mama Roy berharap semoga semua baik-baik saja.
Diperjalanan kepanikan ku tak karuan, segala pemikiran tentang Roy semakin aneh. Mengapa dia tega membuatku panik seperti ini. Apa salahku Roy, tak terbendung air mataku pun terjatuh.
Setelah tiba di depan tempat yang diberitahu Nisa aku langsung menghubunginya, angin malam yang menusuk ketubuhku tidak lagi ku hiraukan. Nisa keluar dan membawaku masuk ke dalam.
"Roy dimana Nis?" Tanyaku tidak sabar
"Sabar Din, kita duduk dulu. Jangan panikan, aku paham perasaan kamu saat ini." Nisa mencoba menenangkan ku.
"Aku ga bisa sabar Nis, aku pengen tanyakan langsung ke Roy mengapa dia membohongiku" Akupun menangis dipelukan nya.
"Iya Din, kamu diam dulu tenang. Supaya aku bisa jelasin Roy dimana"
Akhirnya akupun menuruti omongan Nisa, aku melihat kearahnya penuh harapan kejelasan mengenai Roy.
"Maaf Din, tadi keburu Roy pergi dari sini. Dan aku hanya bisa ambil foto ini buat nunjukin ke kamu" Menyerahkan handphonenya berisikan foto Roy dengan seorang wanita setengah baya tampak dari samping.
"Iya ini Roy, tapi siapa wanita ini? Mengapa harus bergandengan mesra kaya gitu?" Tanganku yang dingin menahan amarah dan dengan gemetar aku menutup wajahku dan menangis.
"Aku ga kuat Nis, aku ga kuat kalau Roy ternyata selingkuh di belakang aku dan dia juga membohongi aku dan keluarganya"
"Udah Din, malu diliat sama orang. Aku prihatin buat masalah ini Din yang kuat ya"
Aku mengambil handphone dan coba menghubunginya lagi,dan ternyata di jawab
"Hallo, Roy kamu dimana? Kamu kemana? Apa maksud kamu bohongi aku dan mama kamu?" Tanyaku tanpa basa-basi dengan nada ketus
"Hallo sayang, kamu kenapa? Aku didepan rumah kamu sayang. Kamu dimana?"
"Depan rumah? Maksud kamu apa, kenapa kamu tidak ada kabar sejak siang tadi kamu kemana?" Semakin kesal dengan jawaban nya yang seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
"Iya, aku di depan rumah kamu sekarang. Dan soal itu nanti aku jelasin ke kamu secara langsung ya, sekarang kamu dimana biar aku jemput."
"Aku ditempat dimana kamu dinner dengan wanita lain" jawabku ketus dan mengakhiri telponnya
Roy mencoba menghubungiku namun panggilannya ku tolak, dan aku semakin menangis dipelukan Nisa.
"Nis, jangan pulang dulu ya. Aku butuh kamu. Aku ga tau harus gimana lagi"
"Iya Din, aku disini kok nemenin kamu"
Setelah banyak bercengkrama akhirnya Nisa dan aku pulang, dia mengantarku kerumah.
"Makasih ya Nis, kamu hati-hati pulangnya nanti kabarin kalau udah dirumah"
"Iya Din, kamu jangan sedih lagi ya. Besok kalau kamu ada apa-apa hubungi aku aja ya. Jangan sedih sendirian, aku siap kok ada untuk kamu. Aku pulang dulu ya, selamat istirahat Dini."
Nisa pergi dan aku segera masuk kerumah menuju kamar.
Aku melihat handphone banyak panggilan tidak terjawab dari Roy dan pesan masuk, namun dengan kekesalan yang tak terlampiaskan aku tak ingin membacanya. Aku tidak mau mendengar alasan apapun darinya.
Jam terus berjalan dan menunjukkan jam 2 pagi, aku masih tenggelam dalam kesedihanku dan seribu pertanyaan mengapa Roy tega melakukan ini padaku. Lalu apa arti dari hubungan yang lumayan lama ini bertahan jika akhirnya aku harus terluka? Mengapa dia mengatakan rindu, jika ternyata dia bersama wanita lain dan melupakanku? Tidakkah kau mencintaiku lagi Roy? Jenuhkah kau dengan hubungan ini? Oh Tuhan, mengapa harus ada ketidaksetiaan. Mengapa harus tercipta rasa cinta yang membawa kerinduan. Haruskah aku membencimu, pria yang ku percaya untuk jadi teman hidupku kelak?
Aku sungguh lelah. Semoga esok aku bisa menemukan jawaban dari semua ini, aku tidak akan membiarkan semua ini berlarut dengan waktu yang lama.
Pagi ini, aku terbangun oleh karena suara seseorang memanggilku dari luar kamar. Dan ternyata Roy datang menemuiku kerumah.
Aku beranjak bangun dari tempat tidur dan membuka pintu kamar, ku lihat Roy tengah duduk dan berbincang dengan mamaku. Aku seolah melihat penghianat memainkan siasat tanpa merasa bersalah, sanggup tertawa diatas kebencian yang diberikan padaku.
Mama memanggilku dan menyadarkan dari lamunanku yang tengah berdiri di depan pintu kamarku.
Akupun segera menghampiri mama dan Roy, lalu mama meninggalkan aku dan Roy berdua.
Jangankan untuk menatapnya memulai untuk berbicara saja rasanya tak ingin.
"Dini, kamu bisa dengar penjelasan dari aku kenapa aku ga jawab telpon kamu semalam" mencoba meyakinkanku
"Udah Roy, aku tahu kamu bersama wanita lain dinner bareng kemarin. Penjelasan apa lagi, semua udah jelas" dengan nada pelan takut mama tahu dan denger masalah ini, karena mama akan marah dan benci sama Roy
"Itu client aku Din, kita kemarin ngobrol masalah kerjaan disana. Cuma itu ga lebih"
"Ga lebih? Tangan kamu di gandeng semesra itu kamu bilang ga lebih? Roy, kamu tahukan sebesar apa rasa sayang aku sama kamu jadi please jangan permainkan perasaanku. Jika kamu bosan dan sudah tidak mencintaiku lagi silahkan pergi dan tinggalkan aku" air mata ini tak terbendung lagi, sungguh sakit hati ini mengingat nya kembali
"Dini, aku sayang sama kamu. Dan aku ga ada maksud buat permainkan perasaanmu. Percaya sama aku sayang" mencoba ingin menyentuhku namun dengan cepat ku menepisnya
"Percaya? Bagaimana aku bisa percaya sama kamu. Mama kamu keluarga kamu aja kamu bohongi, kamu tidak lebih dari seorang penghianat. Aku ga nyangka Roy kamu begini, dengan berjuta rasa rindu aku menantikanmu disini namun apa yang ku dapat? Sekarang lebih baik kamu pergi. Aku mohon, aku ga mau mama tahu masalah ini. Pergi Roy!!!" Aku meninggalkannya diruang tengah lalu aku berlari kekamar dengan tangisan yang tidak tertahan.
Aku tidak akan perduli dengannya lagi, ini tidak adil untukku. Aku mengambil handphone dan menelpon Nisa.
"Hallo Nisa, kamu sibuk ga? Aku mau kita ketemu bisa?" tanyaku dengan suara parau karena seharian menangis
"Iya Din, bisa kok. Kebetulan aku juga lagi ga sibuk. Yaudah aku jemput ya Din. Bye" Nisa menutup telponnya.
Setelah selesai berbenah diri dan sedang menunggu Nisa, handphoneku berdering dan ternyata mama Roy menghubungiku,
"Hallo tante, maaf ya kemarin belum sempat cerita ke tante masalah yang sebenarnya" karena sempat membuat mama Roy panik dengan kedatanganku menanyakan keberadaan Roy
"Iya Dini tidak apa-apa, Roy sudah cerita dan kembali kerumah kemarin malam. Roy nya ada dirumah kamu Din?"
"Oh syukurlah jika Roy sudah kerumah tante, dan Roy tadi emang kemari tapi udah balik sekitaran setengah jam yang lalu tante" jawabku sedikit tenang
"Tante panik Din, dengan keadaan kamu. Tante juga kesal atas sikap Roy ke kamu dan ke tante juga, makanya tante telpon kamu"
"Iya tante makasih ya atas perhatiannya, dan maaf jika akhirnya hubungan aku dengan Roy tidak bisa dipertahankan lagi tante. Karena Roy tidak bahagia bersama aku"
"Kamu berhak sayang mengambil keputusan yang terbaik buat kamu, tante tahu bagaimana perasaan kamu saat ini. Kamu jaga diri baik-baik ya Din, salam buat mama kamu. Dah Dini"
"Iya tante, nanti Dini sampaikan ke mama. Dah tante" aku menutup telpon karena Nisa telah tiba di depan rumahku.
Aku menghampirinya,
"Pagi Nisa, maaf merepotkan kembali hari ini" masuk ke mobilnya
"Pagi juga Din, merepotkan itu kalau kamu sakit terus aku harus jenguk kamu kerumah sakit Din." jawabnya mengejekku
"Kamu kok doain aku sakit sih?" sedikit kesal
"Bukan doain itu, artinya kamu jangan sampai sakit karena masalah ini. Aku ga mau teman aku sakit hanya karena cinta, kamu harus tetep kuat Dini sayang"
Aku dan Nisa tertawa bahagia dan akhirnya senyum ini kembali lagi.
Sesampainya disebuah Mall setelah Nisa memarkirkan mobilnya, aku dan Nisa hendak masuk namun seorang wanita setengah baya menghampiri kami berdua.
"Dini yang mana ya?" Tanyanya ketus
"Saya mba, ada apa ya?" dengan mengangkat rendah tanganku kearahnya
"Kamu pacar Roy?"
"Iya mba, kenapa ya?" dalam hatiku mengapa wanita ini begitu ketus berbicara denganku
"Heh, saya kasih tahu sama kamu ya. Roy itu milik saya, kamu tahu? Saya sudah 6 bulan menjalin hubungan dengan Roy dan dia dateng kesini karena saya. Karena ingin menemui saya, kamu paham maksud saya?" dengan nada yang keras dan wajah marah
"Tapi mba, saya sudah satu setengah tahun bersama dia. Saya lebih dulu menjalin hubungan dengannya" jawabku menjelaskan kebenarannya
"Saya tidak perduli kamu lebih dulu atau bukan dari saya, kamu lihat ini yang diperut saya? Ini adalah benih cinta saya dan Roy. Masih belum paham?" sambil menunjuk dan mengelus perutnya yang mungkin tengah berjalan 4 bulanan.
Tiba-tiba sekujur tubuhku ingin jatuh dan sungguh hati ini sangat hancur dan sangat terluka dengan semua ini, apa yang harus ku perbuat? Aku hanya bisa menangisi keadaan ini.
"Dini..." Roy memanggil dari kejauhan tempat kami berdiri
"Apa yang kamu lakukan dengan Dini hah?" tanyanya kewanita setengah baya itu
Nisa mencoba membawaku jauh dari tempat itu, namum Roy menghalanginya
"Nisa tunggu!!"
"Apa Roy? Kamu tega ya menyakiti Dini? Apa sih isi hati dan kepalamu sampai setega ini? Hah?"
"Aku dijebak wanita itu Nisa, aku hanya ingin bertanggung jawab dengan wanita itu ga lebih Nis. Tolong kamu jelasin ke Dini aku sangat mencintai dia Nisa. Please!"
"Cukup Roy, kamu bilang bertanggung jawab? Kamu bilang dijebak? Bullshit!! Jika kamu laki-laki yang bertanggung jawab pastinya kamu akan bertanggung jawab dengan setiap kata cinta dan sayang kamu ke aku Roy dan kamu ga akan ngorbanin perasaan aku sampai sesakit ini. Ternyata aku salah pernah memuja laki-laki sepertimu, ini sungguh kebodohanku terlalu mencintai hingga mempercayakan semua perasaanku padamu yang akhirnya berbalaskan dusta. Terimakasih Roy, jangan pernah kembali lagi ke dalam hidupku. Aku tahu ini sulit bagiku, namun cobalah untuk menjadi laki-laki yang bertanggung jawab hanya pada satu wanita. Lupakan wanita yang bodoh ini yang berharap kau manja disetiap saat, aku tidak pantas mendapatkan itu darimu. Selamat tinggal." Jawabku dengan berbalik arah bersama Nisa untuk pergi dari sana.
Sungguh kesakitan yang teramat dalam bagiku, aku tidak akan mampu melupakannya begitu saja.
Nisa mencoba menenangkan tangisanku, namun sungguh aku tidak kuat menahan luapan isi hati dengan luka dalam ini. Mengapa harus aku yang tersakiti? Aku mencoba untuk menjadi yang terbaik untuknya selama ini, aku banyak belajar untuk saling mengerti dan percaya namun mengapa kepercayaan itu berbalaskan dusta.
Terimakasih cinta, sekarang aku tahu makna dari semua ini. Cobalah untuk berjalan dengan seorang yang ada dihatimu. Jangan mencoba membawa dua penumpang pada satu perahu mu yang kecil, karena perahu itu tidak akan seimbang untuk terus berjalan mengikuti arus air. Perahu itu akan oleng mengikuti sebelah mana beban yang berat dan kau akan ikut hanyut dalam arus air tersebut membasahi dirimu dengan air dan luka.
Komentar
Posting Komentar