Langsung ke konten utama

Guruku Suamiku

Part I





Terik matahari yang begitu menyengat kulit tubuh tak lagi dihiraukan oleh banyak orang dengan kesibukan kegiatan berbelanja dipasar. Pasar Sabtu salah satu pasar tradisional yang hanya ada sekali dalam seminggu didesaku maka keramaian yang begitu padat hingga membuatku mengumpat didalam hati karena kerap berkali-kali aku terhimpit dan kakiku terinjak oleh orang yang berlalu lalang dan aku ingin segera cepat untuk pulang kerumah.

Akhirnya ku tarik nafasku yang begitu dalam dan ku lepaskan dengan perlahan, terlihat senyuman kecil dibibirku terlepas dari sesaknya keramaian serta kebisingan yang silih berganti. Sesampainya dirumah segera aku membantu Mama untuk membenahi barang belanjaannya.
Ku lirik jam didinding sudah menunjukkan jam 13.30 Wib, aku menuju kamarku dan mengambil handuk untuk mandi karena tepat pada jam 14.00 Wib aku akan mengikuti Les Agama digereja karena disekolahku tidak ada yang mengajar pelajaran Agama Kristen. Namaku Rianda biasa di panggil dengan sebutan Ria, aku adalah seorang siswi  dari salah satu sekolah menengah swasta saat ini yang duduk dikelas XI dengan beberapa prestasi yang selalu ku dapat disekolahku. Dan beberapa temanku menjuluki aku sikutu buku karena setiap jam istirahat aku hanya akan ditemukan di perpustkaan sekolah, disana aku akan membaca buku sembari menyantap bekal siang yang ku bawa dari rumah.
Setelah selesai aku pamit dan berangkat dengan berjalan kaki bersama teman-temanku yang juga akan mengikuti Les tersebut.
Tiba didepan Gereja, melihat beberapa anak yang lainnya sudah menunggu dan berkumpul mataku seperti mencari seseorang dari antaranya namun tak tampak olehku kemana dia? Pikirku.
Bel pun berbunyi menandakan kelas Les akan dimulai, dan bel tersebut adalah suara ajakan dari Pak Saul dia adalah salah satu guru yang mengajarku. Di kelas Les ini ada dua guru yaitu Pak Saul dan Pak Andrian yang mengajar mereka adalah kakak beradik sepupu yang ditugaskan untuk melayani digereja. Maka dengan bergegas ku percepat langkahku untuk masuk dan duduk dikursiku. Selesai bernyanyi dan berdoa bersama sebelum pelajaran dimulai, aku melihat Pak Andrian datang menghampiri kelasku dan tidak ku duga hari ini jadwalnya untuk mengajar dikelasku, "Untung tadi aku mandi sebelum pergi les" Kataku dalam hati sambil tersipu malu karena biasanya aku sering malas mandi disiang bolong jika bertemu hari untuk Les. Hehe
Pak Andrian memiliki tampan yang terbilang lumayan dengan jiwa yang dewasa lembut dan ramah membuatku salah tingkah sejak pertama kali bertemu hingga saat ini bahkan ketika melihat tatapannya saja sekujur tubuhku akan kaku dan dingin seketika, aku masih tidak mengerti dengan apa yang ku rasakan saat ini.
"Udah selesai PRnya? Nanti sebelum pulang dikumpulkan ya biar saya periksa"
Suara itu menghentikan lamunanku dan aku segera memperhatikannya didepan sedang memberi penjelasan mengenai bahan materi pelajaran saat itu.
Selama jam pelajaran aku hanya menundukkan kepala pertanda bahwa aku mengerti dan menjawab "Ya" jika dia memberikan pernyataan sudah jelas? Ketika beliau memberikan tugas latihan maka akan dengan semangat yang berkobar aku ingin sesegera mungkin untuk menyelesaikannya dengan benar agar aku selalu menjadi yang pertama untuk dinilai dan mendapatkan pujian terbaik darinya.
Wah, sungguh senang hatiku ketika dia mengatakan kamu hebat bisa cepat selesai. Ingin rasanya aku meloncat kegirangan namun aku malu takut ketahuan bahwa aku menyukai beliau sejak lama.
Mungkin akan terasa aneh terdengar oleh orang lain bahkan teman-temanku jika aku menyukai seorang pria yang merupakan guruku sendiri dan berjarak usia enam tahun diatasku. Tetapi aku berusaha untuk menyembunyikannya dari siapapun cukup hanya menyimpan dan mengaguminya dari jauh.





Tepat disabtu malam jam 7, akan berkumpul digereja untuk berlatih menyanyikan lagu pujian yang akan dilantukan dihari minggunya. Aku sudah siap dengan baju kaus berwarna putih dan celana panjang menunggu teman melainkan tetanggaku untuk pergi bersama ke gereja dengan berjalan kaki. Sepanjang perjalanan kami bercanda dengan beberapa topik pembicaraan yang tidak masuk akal sehingga tidak terasa sudah tiba didepan gereja.

Seseorang memanggil dari arah rumah tepat disebelah gereja suara yang tidak asing lagi bagiku sangat jelas ditelingaku beliau menyebut namaku.
"Ria, sini sebentar" beliau melambai kearahku
Aku merasa jantungku berdegup begitu cepat dan berjalan menunduk kearahnya.
"Iyaa pak"
"Saya minta tolong antarkan ini kegereja letakin dimeja aja ya, bisa?" dia menyerahkan sebuah bunga hiasan ketanganku
"Bisa pak" jawabku singkat tanpa melihatnya
"Jangan panggil saya bapak, saya belum tua kali kok. Panggil abang aja ya kalau diluar jam mengajar"
"Abang?"
"Iya, emang kenapa? Kenapa kamu melongo pergi anterin kegereja itu." Perintahnya sembari masuk kedalam rumahnya
Kok hatiku senang ya dengarnya, kalau dia minta aku panggil abang, pikirku.
Aku pun pergi mengantarkan bunga tersebut kegereja dan melihat Nia, Juni dan Key berkumpul dan aku menghampiri mereka.
"Hei lagi pada ngomongin apa sih, kelihatannya serius amat" Sapaku sembari melirik mereka satu persatu
"Ih kepooo, udah telat sih lu datengnya males ngulang cerita dari awal" Ketus Key dengan angkuhnya
"Yaaa kok gitu sih, aku juga baru tiba digereja mau gimana"
"Lu kenal Mba Oliv ga?" Tanya Nia
"Mba Oliv yang sering bareng Pak Andrian bukan?"
"Iya, katanya sih mereka lagi deket gitu" Ucap Juni ikut nimbrung
"Deket gimana sih, pacaran maksudnya?" Tanyaku
"Hampir pacaran, soalnya tadi Pak Andrian habis bepergian dengan Mba Oliv mesra banget diboncengin gitu" wajah keseriusan Key terlihat saat memberikan penjelasan kepada kami bertiga
Aku seperti ditusuk jarum jahit sepatu papa dibagian ulu hati saat mendengarnya terasa sakit tapi tidak berdarah.
Benarkah? Pak Andrian dengan Mba Oliv?
"Setahu gue nih ya, Pak Andrian itu usianya jauh lebih muda dibandingkan Mba Oliv"
"Kalau udah cinta sih ga pandang usia juga Jun, bener ga Key?"
"Iya, bokap sama nyokap gue aja terpaut beda usia 10 tahun nikah juga. Nih buktinya gue bisa ada sebesar ini" Mereka bertiga tertawa, sementara pikiran dan isi hatiku bertanya seakan tidak percaya dengan apa yang mereka sampaikan mengenai Pak Andrian.
Selama latihan berjalan aku sama sekali tidak mengikuti dan sepertinya hanya tubuhku saja berada disini, namun jiwa sedang pergi mencari ketenangan diluar sana.





Hari begitu cepat berlalu, di hari sabtu aku libur maka aku berniat untuk tidak bepergian dan berniat berdiam diri dirumah saja. Ku raih handphone dari atas meja dan ku lihat sudah jam 09.00, sontak aku kaget aku bangun terlalu siang. Kok mama ga bangunin ya, pikiriku. Ku datangi mama ke dapur dan ku lihat pekerjaan dapur sudah beres, astaga anak perempuan macam apa aku ini.

Lemas seperti ga punya semangat hidup mau ngapa-ngapain rasanya males banget, aku berniat untuk mandi dulu supaya lebih segar dan fresh dari dalam kamar handphoneku berdering, aku melihat satu pesan masuk dari Pak Andrian. Oh may God, antara senang dan tak percaya tumbenan Pak Andrian ngirim pesan pagi-pagi begini.
"Nanti jam 10.30 Wib stay di gereja ya, kita ada rapat untuk persiapan natal maka di harapkan atas kehadiran kita semua. Thanks"
Shitt, hanya pengumuman. Dalam hati sangat kesal karena sempat kaget dan kegirangan menerima pesan dari Pak Andrian.
Aku bergegas mandi dan aku bersiap untuk pergi ke gereja.
Sesampainya di gereja, ku lihat gereja masih tertutup dan tak satupun terlihat olehku kehadiran dari teman-temanku yang lain. Apa-apaan ini, atau mungkin aku salah baca dan sekali lagi ku buka pesan dan ternyata benar itu isi pesan dari Pak Andrian. Aku memutuskan untuk menunggu dan duduk sendirian di kursi depan gereja sambil bermain handphone.
"Yang lain mana?"
Suara itu mengagetkanku dari arah belakang yang ternyata Pak Andrian muncul tiba-tiba sampai aku bangkit dari tempat dudukku untuk melihatnya.
"Ga tau pak, mungkin mereka lagi di jalan menuju kesini" Jawabku singkat
"Nanti buat doa masuk sebelum rapat dimulai kamu ya"
Apaa? Aku? Buat doa? Jantungku hampir lepas dari gantungannya
"Jangan saya pak, yang lain aja saya malu takut salah"
"Yasudah kalau gitu nilai agama kamu saya kurangi ya"
"Ih jangan dong pak, baiklah saya setuju"
"Nah harus gitu dong, masa buat doa aja ga bisa harus diancam dulu" dia menjawb sambil senyum-senyum
Mati aku!!!
Akhirnya rapat telah selesai dan ketika aku tiba dipintu gereja Key memanggil dan menghampiriku
"Ria, kamu mau langsung balik?" Tanya Key
"Iya Key, aku capek pengen tidur rasanya"
"Yaelah ntar dulu, liat tuh didepan rumah Pak Andrian yang lain pada ngumpul katanya sih mau masak-masak gitu sekalian makan siang disana"
Setelah ku lihat disana yang bukan cuma Pak Andrian dan yang lainnya bahkan Mba Oliv yang dikabarkan dekat dengan Pak Andrian membuatku tak ingin untuk bergabung dan melihat mereka.
"Ga deh, kalian aja ya. Aku langsung pulang aja"
"Kapan lagi bisa gabung dan akrab sama mereka kalau bukan sekarang Ri, ayuk deh jangan tidur mulu pasti seru"
Akhirnya karena Key maksa dan aku ga bisa menghindar lagi akupun ikut berkumpul bareng mereka.
Pak Andrian dan Mba Oliv kelihatan deket banget, ketawa dan ngobrol bareng. Yaampun kenapa rasanya hatiku sakit, tanpa sengaja aku bertatapan bersamaan dengan Pak Andrian jantungku semakin sakit dan lekas ku alihkan pandanganku ke arah yang lain. Astaga malunya pikirku.





Tak satupun orang yang tau isi hatiku saat ini, terasa semakin hari semakin bertambah rasa ini tiap kali bertemu dengannya.

Tapi, mengapa Guruku? Ingin rasanya mengutuk perasaanku sendiri.
Tidurku gelisah, seakan mata tak ingin terpejam. Ku buka facebook untuk menghilangkan kegelisahan ini dan melihat isi berandaku, Pak Andrian muncul dengan status facebooknya. Dia lagi dia lagi, kenapa harus dia? Meskipun hatiku kesal tetap saja ku baca isi komentarnya dengan temannya disana. Oh, aku harus bagaimana?
Messengerku muncul pertanda seseorang mengirimku pesan pribadi
"Kenapa belum tidur?"
Ku baca tanpa melihat dulu siapa pengirimnya yang ternyata Pak Andrian, mataku terasa semakin segar melihat namanya disana yang muncul dan tanpa banyak berpikir ke dua induk jariku segera bekerja dengan cepat membalas pesan darinya
"Ga bisa tidur pak, lagi gelisah" jawabku singkat
"Jangan panggil saya dengan Pak lagi, kemarin kan sudah saya kasih tau panggil abang aja" ketusnya
Aku sedikit geli membacanya dengan sebutan abang, Haha bagaimana mungkin guruku sendiri akan ku panggil dengan sebutan abang pikirku.
"Hehe, maaf saya lupa. Tapi jujur Pak aneh rasanya kalau harus memanggil Pak Andrian dengan sebutan abang"
"Nanti juga bakalan terbiasa kok, btw kamu gelisah kenapa Ri?"
"Gelisah karena memikirkan seseorang, hehe"
"Kamu punya pacar?"
Blep, tenggorokanku seakan sedang menelan sesuatu. Kalau ga punya emang Pak Andrian mau jadi pacarku? Wkwk, aku tertawa dengan tertahan takut mengganggu yang dikamar sebelah.
"Ga punya sih Pak, hanya ingin memikirkannya saja lagian dia sudah ada yang punya" jawabku dengan emoticon sedih diakhir pesanku
"Yang sabar selagi jalur kuning belum melengkung kamu masih berhak mendapatkan cintanya"
"Iya Pak, saya juga berpikir begitu. Hehe"
"Jangan biarkan cinta membuat impianmu berantakan, tetapi jadikanlah sebagai motivasi untuk mengejar cita-citamu. Selamat malam GBU"
Yaahhh, rasanya baru saja mengobrol begitu cepat dia mengakhirinya. Huft, walaupun begitu dia seakan memberiku peluang untuk berjuang. Tapi akankah aku berjuang sendirian? Belum tentu dia juga akan mencintaiku kelak, aku dan Pak Andrian sangat jauh terpaut usia. Biarlah waktu yang menjawab.





Semakin berjalannya hari semakin pula berkembang perasaanku pada Pak Andrian, akhirnya karena tak sanggup menahannya sendirian ku coba beranikan diri untuk memberitahukan pada salah satu temanku yang menurutku dapat ku percaya, dia adalah Juni. Ya, Juni termasuk sangat dekat denganku sejak masih duduk di Sekolah Dasar. Sepulang dari Ibadah dihari minggu aku datang berkunjung kerumah Juni yang melainkan tetangga didepan rumahku. Ku lihat pintu nya terbuka dan sembari memberi salam aku masuk ku dapati Juni sedang duduk diruang tengahnya bermain handphone.

"Eh tumben lu mau keluar rumah, mau ngapain pasti ada maunya nih" Ketus Juni sambil tertawa
Aku emang paling males berkeliaran diwaktu akhir pekan, menurutku lebih nyaman di rumah untuk menghabiskan waktu beristirahat.
"Iya nih, ternyata dirumah bosen juga Jun. Kamu ga pergi main sama yang lain?" jawabku
"Ga sih, gue lagi males Ri. Kepala gue juga lagi pusing sejak pagi tadi makanya gue ga pergi ibadah"
"Hmm pantesan tadi yang lain pada nanyain sih lu dimana, ya gue jawab ga tau habis lu juga ga ngabarin"
"Sebenernya gue lagi galau Ri, eh ceritanya dikamar gue aja yuk nanti Abang gue denger"
Juni mempunyai abang yang sangat sayang banget sama dia, bahkan untuk dekat dengan laki-lakipun abangnya akan menegur untuk tidak gampang percaya pada bualan laki-laki.
"Galau kenapa Jun, bukannya kemarin lu lagi bahagianya karena dapet surprise dari si Joe?"
"Coba deh lu yang jadi gue apa yang lu rasain kalau pacarlu deket sama cewek meskipun itu temenan doang. Gue ga suka, gue takut mereka terlalu akrab jadi timbul rasa"
"Lu harus tegas dong, berteman boleh asal punya batasan. Lu coba ngomonginnya baik-baik jangan emosi ntar yang ada lu dikatain egois"
"Gue bingung, itu cewek temen satu kantornya Joe"
"Yaudah sih, kalau Joe beneran sayang sama lu dia ga bakalan tega nyakiti perasaan lu Jun. Lu harus mikir positif deh, yang jelas sampai sekarang perhatian Joe ke Lu masih tetap samakan?"
"Iya masih sama sih. Iyadeh ntar malem dia mau dateng gue coba omongin deh. Thanks ya Ri gue jadi merasa lebih tenang walau dikit doang hehe"
"Hmm lebay lu ah, kok jadi lu yang curhat gue yang dengerin. Perasaan tadi niatnya kesini gue yang mau curhat Hahahaha" Juni ikutan ngakak dasar sikamvret pikirku
"Apaan, lu mau curhat apaan? Lu kan ga punya pacar jadi mau curhat masalah apa?"
"Lu kira mesti punya pacar dulu supaya ada masalah, ini masalah hati Jun lebih sakitan gue dibandingin elu kayanya"
"Haha, gila sesakit apa sih? Perasaan muka lu baik-baik aja gue liat"
"Yang sakit mah hati gue bukan muka gue, bego banget sih nih anak"
Wkwkwkwkwk, sakit perut gue ngakak sendiri
 "Yaudah curhat gih gue dengerin nih" tatapnya fokus kearahku
"Ga mesti gitu juga ekspresi muka lu Jun, gimana gue mau cerita" Dia malah tertawa lagi, dasar kapan gue ceritanya.
"Tapi lu jangan kasih tau yang lain ya, gue malu kalau sampai ada yang tau"
"Kenapa mesti malu, emang lu habis ngapain sih? Lu mandi ada yg ngintipin makanya malu yak?" dia ngakak lagi
"Argh, gue serius Jun" Aku rada kesel
"Iya iya sorry, janji gue ga bakalan kasih tau yang lain deh"
"Salah ga sih gue jatuh cinta?"
"Salah kalau lu jatuh cintanya sama pacar gue, Hahahaa. Ga bener kan Ri?"
"Hahaha ya kaga lah, ga demen gue sama si Joe lagian bukan tipe gue mah dia"
"Ih songong banget lu, dapet yang pendek dari si Joe baru tau rasa lu. Emang lu suka sama siapa Ri?"
"Hmmm, kayanya sih gue jatuh cintanya ke Pak Andrian Jun" Jawabku tersipu malu
"What? Pak Andrian? Lu sehat Ri? Kok bisa? Sejak Kapan?" Juni kaget sampai matanya natap gue tajam banget mirip zombie keseriusan muka nih anak didepan muka gue.
"Iya seriusan Jun, udah lama banget sejak pertama kali ketemu"
"Pak Andrian tau lu suka sama dia?"
"Ga tau sih, tapi gue sering ketangkap sama dia kalau lagi merhatiin Pak Andrian dari jauh. Gue jadi gelagapan banget kaya orang bego, mungkin Pak Andrian bakalan curiga sama sikap gue"
"Yaa ga juga, berharap sih dia ngerti atas sikap lu yang kaya gitu. By the way, bukannya Pak Andrian lagi deket banget ya sama Mba Oliv? Katanya sih mereka pacaran gitu kalau dilihat dari kedekatannya kaya lagi pacaran sih"
"Itu sih gue tau makanya gue juga mendem sendiri, takut mereka tau Pak Andrian jadi marah sama gue"
"Lagian kenapa mesti Pak Andrian sih Ri, yang lain yang seumuran lebih tua dikit diatas kita juga ada kok."
"Namanya juga hati Jun, gue ga bisa bohong"
"Lu jangan sedih gitu dong, gue bakalan bantuin lu supaya Pak Andrian bisa tau perasaan lu ke dia"
"Loh jangan, lu gila apa? Bisa mati gue kalau Pak Andrian tau"
"Yaudah kita lihat aja kedepannya gimana, lu beneran mati atau masih tetap hidup, Hahaha"
"Hahahaha, jahat banget sih lu." Kami kebanyakan tertawaa sampai lupa waktu akhirnya pertemuan kami akhiri.





Ujian semester semakin dekat, maka persiapan untuk menghadapi Ujian semester kenaikan kelas Les diadakan setiap hari Senin, kamis dan sabtu. Senin sore jam 5 sore kami berkumpul didalam gereja dan mengikuti kegiatan belajar mengajar dengan baik hingga selesai. Ketika hendak pulang kami bersalaman dengan pelatih kami termasuk Pak Andrian salah satunya. Ku coba untuk menghilangkan rasa ketakutan ini saat ingin menjabat tangannya dan ternyata tidak bisa. Sial Pikirku.

"Kok dingin tangan kamu, lagi sakit ya?" Tanya Pak Andrian tanpa melepaskan genggamanannya dari tanganku
"Enggak Pak, biasa aja kok" jawabku menghindar
"Pak, jangan kelamaan salamannya kalau mau berdua aja nanti kalau udah kelar kami mau pulang nih Pak."
Oh May God, Juni yang ternyata tepat dibelakangku membuat suasana hatiku semakin kacau bercampur aduk antara malu dan takut Pak Andrian tahu yang sebenarnya. Pak Andrian hanya tersenyum kearahku yang tertunduk malu dan akhirnya melepaskan genggamannya dari tanganku.
"Ri, jangan pulang dulu ya" Blep. Aku seperti menelan sebongkah batu kecil dileherku sulit untuk masuk melalui kerongkonganku. Langkahku terhenti dan hanya menunduk kecil kearahnya.
"Jun, lu jangan pulang dulu ya. Tungguin gue, kita pulang bareng" Aku memanggil Juni yang berlari kecil ke parkiran.
"Ga bisa Ri, sorry ya gue mesti balik duluan nih. Gue ada janji, Bye" dia pun pergi dengan sepeda motornya
Apa yang harus ku lakukan sekarang, Pak Andrian ada keperluan apa denganku? Sejuta tanda tanya muncul dibenakku.
"Ria, sini!" Panggil Pak Andrian dari tempat duduk yang ada didepan gereja
"Iya Pak, ada perlu apa ya?"
"Duduk dulu sini, saya ga makan orang kok"
Yaampun, kaku banget rasanya. Gue harus gimana, gue takut salah tingkah.
"Kamu taukan saya berapa lami bertugas disini dan akan pindah ke kota lain?" tanyanya dengan serius
"Iya Pak saya tau, emang kenapa Pak?"
Dalam hatiku sedih sangat sedih.
"Kamu masih sekolah, saya tidak ingin mengganggu semangat belajar kamu sampai kamu selesai nanti"
"Maksud Pak Andrian gimana ya, saya masih ga ngerti Pak"
"Bukan maksudku untuk mengecewakan perasaan kamu saat ini Ri, tapi perasaan dan tingkah kamu mengganggu kenyamananku setiap kali kita bertemu" Pak Andrian tidak lagi berbicara secara formal sehingga membuatku terenyuh dan aku hanya diam menahan rasa sedih ini.
"Aku ga marah kalau kamu suka samaku, justru aku senang. Karena kamu anak yang baik dan penurut bahkan pintar disekolah, aku menganggap kamu sebagai adikku disini yang akan ku jaga ku didik dan ku berikan semangat belajar. Dan bahkan niatku mulai detik ini sampai nanti aku akan pindah, aku akan memberikan perhatian buat kamu supaya kamu jangan down. Aku ga mau nanti terdengar kamu down hanya karena aku dan perasaanmu. Jadi, pandailah menyikapi dan menerima semua ini aku ga akan biarin kamu sendirian menyimpan rasa itu."
Tak ku sadari air mataku jatuh, aku sungguh malu dan merasa bodoh untuk memilih jujur pada orang lain.
"Kamu ga perlu marah ke Juni soal ini, niat dia hanya membantu dan menurutku itu bagus. Kamu ga lebih lama lagi untuk tinggal dengan perasaan yang sekarang. Aku sih suka, kamu itu berbeda dari yang lain. Jangan sedih ya sayang, hati kamu ga salah memilih pengisinya." Dia menenangkanku yang sedari tadi menangis dan mengusap kepalaku

Jujur perasaanku hancur, lebih baik aku diam saja. Pak Andrian mengantarkanku pulang setelah itu dia mengirimkan pesan untukku "Jangan sedih ya sayang, maaf sudah merusak keceriaan harimu saat ini. GBU" aku semakin menangis menjadi-jadi dikamarku.








bersambung









Komentar